Bisakah diri memperlihatkan seapaadanya?

Renungan tentang ingin dikenal sebagai apa?

Hari ini aku sedang memikirkan rencana yang dulu ingin aku lakukan, yaitu tentang mengaktifkan akun sosial media dan membagikan sesuatu disana.

Aku orang yang jarang membagikan postingan tentang diriku sendiri, dari itu aku berfikir ingin mencoba dan ingin merasakan tentang memperlihatkan diri di masyarakat terutama di internet, untuk saat ini.

Namun, walau sudah beberapa postingan, ternyata aku tetap tidak tahu apa yang ingin aku bagikan. Apa yang ingin aku posting dan lakukan disana.

Niatku untuk membagikan apapun ternyata tak semudah yang dipikirkan. “Apapun” itu pun ternyata butuh dipikirkan.

Niatku tentang akun ini yaitu untuk memperlihatkan seapaadanya aku dan aku share di internet sana.

Aku itu sebetulnya siapa? seapaadanya diriku itu seperti apa?

Pertanyaan itu muncul, dan membuatku berfikir rasanya aku asing terhadap diriku sendiri.

Postingan yang ada saat ini di akun tersebut tanpa sadar jadi terpolarisasi untuk memperlihatkan hobi. hanya “hobi itu saja”. tidak dengan pekerjaan ataupun kegiatan lainnya.

Ini membuatku berfikir, apakah aku ingin dikenal sebagai sesuatu? karena kuyakin tanpa sadar akun itu di segmentasi untuk orang-orang yang sehobi denganku.

Jadinya “akun yang tersegmentasi”

Bukan lagi sesuai niat untuk “akun share apapun / akun seapadaanya”

Teori-teori di kepala tentang audiens dan segmentasi tanpa sadar membuat akun tersebut.

Tanpa sadar tujuannya berubah.

Memang bukanlah hal buruk, namun aku merasa bahwa si aku tidak ingin memperlihatkan diri keluar sana.

Si aku ingin membuat persona yang akan di kenal sebagai “sesuatu” di luar sana (internet).

aku belajar tentang diri bahwa mungkin diri ini takut di judge.

menghayalkan suatu hari mempunyai follower banyak, ada banyak hal yang tidak boleh dibagikan untuk menjaga citra diri. Takut dibayangi penilaian-penilaian dari orang lain.

Diri ini ceritanya berfikir jauh kedepan, apa saja yang perlu dijaga untuk menciptakan persona yang mempunyai citra.

Pengkotakan pikiran itu pun membuat akun itu menjadi citra yang sudah dimodifikasi untuk audiens dan segmentasi yang coba dipolarisasi.

Niat akun “untuk diri sendiri” berubah jadi akun yang berusaha “ingin diminati”

Dan aku yakin itu pun bukanlah hal yang buruk, menjadi “diminati” itu cukup sulit. Aku yakin akan hal itu.

Diperlukan personal branding dan strategi serta eksekusi yang cukup baik.

Dan bagiku itu pun jadi jalan yang cukup menarik untuk dicoba rasanya.

Namun, aku rasanya belajar tentang takutnya memperlihatkan seapadanya diri keluar sana.

Takut yang kita share ternyata memperburuk citra kita, takut orang lain kecewa melihat berbagai sisi dari diri kita, dan lain sebagainya.

Apa yang ingin aku bagikan? Apa yang ingin aku lakukan disana? Aku ingin dikenal sebagai apa? Seapadanya itu apa? apakah memang perlu semuanya dibagikan? apakah memang perlu dikenal sebagai sesuatu?

Aku tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, tapi…

Aku akan coba menuliskan sejarahku. Entah terpolarisasi maupun seapaadanya. Aku akan coba meluangkan waktu dan ruang untuk hal itu.

Dan meluangkan keberanian untuk bodo amat terhadap penilaian.

Related posts:

Hey! Want more students at your event? Don’t worry, me from Eventbeep have got you covered! Here are 3 ways in which you can attract students: Speaking of search, did you know YouTube is the…

Many people think that dressing from head to toe in Alo yoga gear, sitting cross-legged in a meditation class while chanting “ommm” among other fellow yogis will lead them to higher levels of…

New York Times Book Review Editors’ Choice Barnes and Nobles Discover Pick Washington Post Pick Book of the Month Club Pick Indie Next Pick Named a 2019 Most Anticipated Book from The Millions, Marie…